Etos Belajar

 

Dalam kehidupan yang penuh turbulensi sebagaimana yang kita alami saat ini, maka salah satu kiat guna menyikapinya adalah dengan tetap dan terus memiliki semangat (etos) belajar.

"Raja Mobil" Henry Ford menyatakan, siapa yang senantiasa belajar maka akan "awet muda". Kita saksikan pula bagaimana Samsung membangun kesuksesannya dengan melandaskan diri kepada etos belajar. Demikian pula bagaimana Jepang mampu menjadi negara industrialis yang maju pasca kehancuran perang dunia II, semuanya ditopang oleh kemauan, keuletan yang keras pantang menyerah. Semangat   "makoto" menjiwai segenap bangsa Jepang untuk belajar dan bekerja secara cepat dan tuntas.

Einstein menyatakan bahwasanya hidup ibarat "sepeda", di mana sepeda harus terus dikayuh agar mampu terus bergerak. Demikian pula dengan kehidupan kita. Apakah kita lebih memilih pola pikir dan tindak yang cenderung bermalas-malasan ataukah  "asah gergaji" kita, sebagaimana diajarkan Stephen Covey dalam 7 Habits?

Era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) jelang penhujung tahun 2015 sudah di depan mata. Sudahkah kita bersiap menyambut era hiperkompetisi dan persaingan bebas tanpa sekat antarnegara di kawasan Asean?

Motivator ternama Indonesia, Andrie Wongso, menyatakan tak ada jalan rata guna sukses. Kitalah yang menjadi "buldoser" guna meratakannya. Tentunya sebagai orang beriman, hal terakhir ini kita lakukan dengan mendasarkan pula kepada pertolongan Tuhan (ora et labora).

Untuk itu seluruh tenaga pendidik dan siswa di Kalam Kudus beserta orang tuanya wajib memiliki etos belajar sesuai dengan talenta yang Tuhan telah berikan kepada diri kita masing-masing.

Tak ada kata terlambat guna memulai etos belajar.  

 

Ditulis oleh Roebing G. Budhi, Anggota Yayasan Pendidikan Kalam Kudus Bandung.

Penulis mantan pendidik di SMU Swasta, Pemegang 4 Rekor MURI di Bidang Pendidikan Tinggi, Kolumnis di Pikiran Rakyat & Bisnis Indonesia, serta mantan instruktur tamu di pusat pendidikan pasukan khusus TNI AD.